24 Mei 2014
Packaging Korek
Belum lama dan belum sampai 40 hari, kakek atau abah gue meninggal dunia. dia kakek terkeren yang pernah gue kenal dia masih baca buku Pramodia Ananta Toer yang Bumi Manusia tanpa pake kaca mata di umur dia yang udah 80 tahun. Abah itu hobi baca banget anaknya dan setelah dia meninggal dunia gue negraphin buku-buku yang ada dikamar dia dan ketemulah Majalah Hidayah yang dia kumpulin dari tahun 2003-2005. Dari majalah itu gue motong-motongin gambar yang ada di dalam majalah Hidayah yang gambar-gambarnya ilustratif banget yang di bikin sama Mas Mulyadi.
terus yaudah dari potongan gambar-gambar itu gue kumpulin dan gue rancang menjadi sebuah karya kolase yang gue aplikasikan di packaging korek.


Korek ini terdedikasi untuk Abah dan ilustratos majalah Hidayah Mas Mulyadi
18 Mei 2014
baik?
Masih belum baik, ntah akan Membaik atau Dibaik-baikin atau emang ini semua harus di Perbaiki?
23 Feb 2014
22/20b
23:34:12
23 Februari 2014
-27 lagi menuju pukul:
00:01
24 Februari 2014
Dua puluh dua tahun bukan angka yang terbilang kecil tapi
juga bukan angka yang terbilang besar,
Aku sedang berada untuk menuju pertengahan, tapi bukan
berarti hidup ku akan berhenti di batas penuhnya dan aku akan berhenti disana.
Aku tidak akan berhenti, walaupun telah mencapai batasnya.
Menjelang ini Dua Puluh Dua, aku merasa gelisah!
Bukan karena aku resah menjadi tua, tapi aku merasa resah
ketika usia tidak dapat mendifinisikan diriku bagaimana.
Dua Puluh Dua ini seperti memaksa aku untuk lebih giat
belajar memahami diri sendiri,
lebih giat belajar menjadi manusia yang (harus)
bijaksana.
Walau pengajar yang selalu mengajariku hilang kemana.
Usia ini terasa menjadi beban dalam penempatan diri di
khalayak ramai.
Semoga di Dua Puluh Dua ini, aku lebih bisa bertanggung
jawab atas apa yang di lakukan dan di bicarakan. Amin.
Selamat mengulang hari jadi, Astri.
Salam hangat,
Astri Purnamasari
7 Jan 2014
22 Nov 2013
Mari Berlari atau Lari di Tempat
Hari ini, saya rehat dari tetekbengek yang saya sedang urusi. Bukan karena saya menyerah tapi karena saya hanya ingin rehat sejenak. Padahal baru beberapa saat ini semua terjadi tapi ada yang tidak seimbang berbarengan terjadi. Harus bagaimana? Boleh saya lari? kenapa semua tanggung jawab harus dipertanggung jawabkan? sementara disekeliling saya bertanggung jawab hanya sebagai kata pertahanan diri?
Saya merasa sedang berada dalam kondisi yang diawasi dan saya berharap ini semua tidak akan menzolimi, sama seperti buah simalakama. Beri saya ruang! ruang bernafas atau sekedar ruang dimana saya bisa melupakan apa yang sebelumnya terjadi dan akan terjadi. saya ingin lari, tapi saya juga tidak mau untuk berdiri di posisi start saya.
Saya merasa sedang berada dalam kondisi yang diawasi dan saya berharap ini semua tidak akan menzolimi, sama seperti buah simalakama. Beri saya ruang! ruang bernafas atau sekedar ruang dimana saya bisa melupakan apa yang sebelumnya terjadi dan akan terjadi. saya ingin lari, tapi saya juga tidak mau untuk berdiri di posisi start saya.
"Perempuan yang menentang segala
keterbatasan itulah
perempuan ideal menurut saya"
-Dolorosa Sinaga
Saya hanya ingin mencoba menjadi bijaksana dan tidak ingin semua ini hanya jadi boomerang bagi diri saya, sementara menjadi bijaksana amat sangat sulit tidak semudah mengetik. Ada keterbatasan yang harus saya lalui tapi bagaimana saya tau itu adalah batasan saya? sementara ada hal yang sudah lama saya jalankan belakangan lalu, membuat saya ingin melawan keterbatas dan membuat saya diam.
Hal apa yang paling menarik selain menaiki kreta gantung bersama orang-orang yang kita sayang? coba beri tahu si bodoh ini, beri tahu hal apa yang lebih menarik dari menghirup udara kebebasan tanpa keterbatasan?
Mengapa saya tidak bisa menviusalkan keberadaan saya? beri tahu saya, apa yang saya tidak percayai? beri tahu saya kesalahan apa yang saya miliki saat ini? dan saya akan beri tahu dunia bahwa menjadi perempuan dengan cara sendiri adalah hal paling indah, dan ketika manusia disekeliling menerima itu semua, saya janjikan pasti lebih akan indah.
Astri ps
Astri ps
5 Sep 2013
susah
Susah
Memang susah membuat
tulisan bagus yang enak untuk di baca dan yang “wah ini anak intelek banget”
dengan menggunakan bahasa-bahasa yang tidak pada umumnya.
Tapi ternyata lebih susah menulis dengan jujur dari hati
dengan apa yang dilihat disekeliling. tanpa menekan deleted pada kalimat yang
usdah tersusun panjang. Sama halnya dengan susah menggambar tanpa menggunakan
hapusan yang berarti setan.
Pertemuan singkat 1 jam 25 menit kemarin membuat saya
berusaha menggali kejujuran dan melihat segalanya dengan apa adanya bukan
karena ada apanya. Saya berusaha dengan jujur menulis apa yang ingin di tulis,
menggambar apa yang ingin di gambar. Makanya keluarlah tulisan ini, tulisan
yang saya pikirkan selama 2 hari kemarin untuk menulis tentang apa, event apa,
cerita apa untuk terus bisa mengikuti kejujuran.
Pernah saya gampangkan tentang kata jujur dan beberapa
mural-mural di jalan beberapa bulan yang lalu tentang Berani Jujur Itu
Hebat. Pikir saya, emang masih ya di
kota besar kaya gini jujur itu ada?
Pertemuan kemarin merubah pola pikir saya tentang kejujuran,
ternyata kejujuran bisa membuat hal besar yang bisa bermanfaat bagi masyarakat.
Ternyata jujur bukan hanya sekedar pertanyaan tentang “mana
uang kembalian mama?” tapi jujur adalah masalah hati yang bisa membuat tenang.
Tulisan ini bukan untuk mennyanjung suatu pihak, saya
menulis ini karena saya berusaha ingin jujur pada tulisan saya, dan ini yang
saya rasa.
Astri ps
Langganan:
Postingan (Atom)